Pendidikan Luar Sekolah : PAUD : Basis PAUD





    A.    Basis Pendidikan Anak Usia Dini
Terdapat 3 basis pendidikan anak usia dini, yaitu :
1.Berbasis pada keholistikan dan keterpaduan
Pengembangan anak usia dini mempunyai arah pada pengembangan segenap aspek  pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Pelaksanaannya terintegrasi dalam  suatu kesatuan program yang utuh dan proporsional. Dalam hal ini, diharapkan adanya  keselarasan antara pendidikan yang dilakukan di berbagai unit pendidikan, yaitu antara keluarga dengan sekolah dan masyarakat.
2.Berbasis pada multi disiplin ilmu dan budaya
Prinsip ini mengandung arti bahwa praktik pendidikan anak usia dini yang tepat perlu dikembangkan berdasarkan temuan mutakhir dalam bidang keilmuwan yang relevan. Pendidikan anak usia dini sendiri muncul karena dalam perkembangannya bersinggungan dengan ilmu lain yang menjadi objek penelaahan yaitu pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun sehingga muncul ilmu baru yang bernama pendidikan anak usia dini.
3.Berbasis pada taraf perkembangan anak
Pendidikan anak usia dini dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan tingkat perkembangan anak sehingga proses pendidikanbersifat tidak terstruktur, informal, dan responsive terhadap perbedaan individual anak serta melalui aktivitas belajar sambil bermain.

B. Pendekatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini
1.      Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Perkembanga zaman menuntut saat ini menuntut pembelajaran yang memberikan skill (kemampuan) anak dari segi IPTEK dan menguasai lebih dari satu bahasa. Model ini menekankan pada kebutuhan anak untuk mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan dan gizi yang dikembangkan secara integratif dan holistik. Sebagai contoh, anak dengan kemampuan diatas rata-rata dapat diberikan pengayaan, sedangkan anak dengan kemampuan dibawah rata-rata diberikan bimbingan sesuai dengan kemampuan yang akan dicapai.
2.      Berorientasi pada Perkembangan Anak
Jamaris (2006:19), perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, jika terdapat hambatan pada perkembangan sebelumnya, maka perkembangan selanjutnya cenderung mengalami hambatan.
Masa usia dini menurut Montessori dalam Hainstock merupakan periode sensitif (sensitive period), selama masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus dari lingkungan. Pada masa ini lah, terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilaku sehari-hari. Oleh karena itu anak perlu diberikan pendidikan sesuai dengan perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya.
Pada dasarnya terdapat dua pendekatan utama dalam PAUD yaitu: pendekatan perilaku dan pendekatan perkembangan. Hainstock (1999:7) mengatakan bahwa pendekatan perilaku beranggapan bahwa konsep pengetahuan, sikap ataupun keterampilan tidaklah berasal dari dalam diri anak dan tidak berkembang secara spontan, dengan kata lain harus ditanamkan pada anak.
Kemudian pendekatan perkembangan mengatakan bahwa perkembanganlah yang memberikan kerangka untuk memahami dan menghargai pertumbuhan alami anak usia dini. Wolfgang dan Wolfgang (1992:6) menyatakan beberapa anggapan dalam pendekatan ini, yaitu:
1.         Anak usia dini adalah pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapat informasi mengenai dunia lewat permainannya.
2.         Setiap anak mengalami kemajuan melelui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat diperkirakan
3.         Anak bergantung pada orang lain dalam hal pertumbuhan emosi dan kognitif melalui interaksi sosial
4.        Anak adalah individu yang unik, yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut diatas Wolfgang dan Wolfgang (1992:14) mengatakan bahwa maka pendidik anak usia dini berkaitan dengan teori perkembangan antara lain:
1.         Tanggap dalam proses yang terjadi dari dalam diri anak dan berusaha mengikuti arus perkembangan anak yang individual
2.         Mengkreasikan lingkungan dengan materi luas yang beragam dan alat-alat yang memungkinkan anak belajar
3.         Memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari masing-masing anak
4.         Adanya bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan sendiri

3.      Anak Usia Dini Belajar melalui Bermain
Mengutip pernyataan Mayesty (1990:196-197) bagi seorang anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak-anak tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja.
Menurut Parten dalam Mayesty (1990:61-62) memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberikan kesepakatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan.
Bermain adalah dunia anak, melalui kegiatan bermain anak mengembangkan berbagai aspek kecerdasan secara jamak. Bermian edukatif dapat membantu mengoptimalkannya. Dengan bermain anak dapat mengenal siapa dirinya dan ligkungannya, dan tak kalah penting anak dikenalkan kepada Tuhannya melalui makhluk ciptaannya.
4.      PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
Pembelajaran yang aktif, dimaksudkan guru harus mampu membuat suasana sedemikian rupa agar anak dapat aktif berinteraksi, bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Pembelajaran kreatif, memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi (Silberman, 1996:9). Peran aktif anak akan menghasilkan pola pikir yang kreatif, artinya mereka mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain kreatif disini juga ditujukan kepada bentuk pembelajaran yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan anak.
Efektif, pembelajaran yang efektif adalah pembejalaran yang dapat menimbulkan daya kreatif dari anak-anak, sehingga akan dapat membekali anak dengan berbagai kemampuan. Pembelajaran efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning by doing).
Menyenangkan, suasana belajar harus menyenangkan sehingga anak dapat memusatkan perhatian secara penuh untuk belajar. Kondisi menyenangkan, aman dan nyaman akan mengaktifkan bagian neo-cortex (otak berpikir) dan mengoptimalkan proses belajar, serta meningkatkan kepercayaan diri anak.
5.      Pembelajaran Terpadu
Collin dan Hazel (1991:6-7) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memadukan berbagai peristiwa otentik (authentic events) melalui pemilihan tema yang dapat mendorong rasa keingintahuan anak (driving force) untuk memecahkan masalah melalui pendekatan eksploratif atau investigasi (inquiry approach).
Pada pembelajaran ini, saat melakukan suatu kegiatan, anak dapat mengembangkan beberapa aspek pengembangan sekaligus. Sebagai contoh: ketika anak melakukan kegiatan makan, kemampuan motorik halus anak dilatih untuk memegang sendok dan menyuap nasi, kemampuan berbahasa dengan mengenal kosa kata tentang nama jenis sayuran dan peralatan makanan, dan pendidikan moral dengan berdo’a sebelum makan.
Model pembelajaran terpadu beranjak dari tema yang menarik anak (center of interest), agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran semakin bermakna dan membangkitkan minat anak.
6.      Pengembangan Keterampilan Hidup
Maddaleno dan Infante (2001:5) mengidentifikasi tiga kategori kunci dalam life skill, yaitu:
1.         Keterampilan sosial dan interpersonal
2.         Keterampilan kognitif
3.        Keterampilan meniru emosi
Metode pembelajaran life skill harus bervariatif, antara lain dengan metode bernyanyi, bercerita, bermain peran, demonstrasi dan penugasan. Tujuan pembelajaran ini adalah mempersiapkan anak baik secara akademik, sosial, dan emosional dalam menghadapi kesulitan dimasa yang akan datang.
Sudiana (2004:3) mendefenisikan keterampilan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problematika hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi hingga akhirnya mampu mengatasinya. Keterampilan atau kecakapan hidup perlu dipelajari sejak dini, agar nanti anak dapat bertahan dalam kehidupannya kelak, untuk bertahan hidup seorang manusia harus memiliki pengetahuan diri (self knowledge).
C.  Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini
1.      Anak Sebagai Pembelajar Aktif
Pendidikan hendaknya mengusahakan agar anak menjadi pembelajar aktif. Pendidikan seperti ini bertumpu pada metode pembelajaran John Dewey (learning by doing) dan dilanjutkan oleh Killpatrik dengan pengajaran proyek.
Proyek pada dasarnya merencanakan suatu pemecahan masalah pada berbagai bidang studi (pengembangan) yang memungkinkan murid melakukan berbagai bentuk kegiatan mempelajari, menyimpulkan, dan menyampaikan berbagai temuan yang dilakukan anak-anak dalam memahami berbagai pengetahuan.
Montessori dalam Seldin (2004:5) menganggap bahwa anak tidak perlu dilatih terus menerus menulis suatu kata, karena sambil bermain aktif membuat huruf dan mengarsir huruf itu, suatu saat anak tiba-tiba mengetahui bahwa dia dapat menulis, ini disebut sebagai eksplorasi menulis.
Metode yang diberikan berupa pemecahan masalah dan penyampaian penemuan mereka. Sebagai contoh: anak membuat kerajinan tangan sesuai dengan inspirasi (daya khayal) mereka sendiri, anak mengarang dan membuat puisi sendiri, mengamati suatu tanaman dan mencari tahu apa nama tanamannya, dll.
2.      Anak Belajar Melalui Sensori dan Panca Indera
Menurut pandangan dasar Montessori meyakini bahwa panca indera adalah pintu gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia (anak), karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan fungsinya.
Dalam konsep ini, anak mengeksploitasikan seluruh inderanya, mengamati dan memahami segala hal dengan inderanya lalu dapat menyebutkan fungsi dari masing-masing panca indera. Misalnya anak melakukan eksperimen tentang aneka rasa (kopi: pahit, gula: manis, garam: asin, sambal: pedas, dll).
3.      Anak Membangun Pengetahuan Sendiri
Pestalozzi dalam Soejono (1988:32), pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan (bantuan) pada anak agar mampu menolong dirinya sendiri yang dikenal dengan “Hilfe Zur Selfbsthilfe” ; Pestalozzi berpandangan, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan menimbulkan pengertian, bahkan pengertian tanpa pengamatan merupakan suatu pengertian kosong.
Pada konsep ini anak dibiarkan belajar melalu pengalaman dan pengetahuan yang mereka pelajari sejak lahir. Anak diberikan fasilitas yang dapat menunjang untuk membangun pengetahuan mereka sendiri:
·         Anak diajak untuk berpikir, percaya diri dan kreatif dalam mencari dan mendapatkan pengetahuan yang mereka inginkan. Orang tua dan guru hanya lah fasilitator.
·         Setiap anak diharapkan dapat menambah dan membangun pengetahuan mereka sendiri melalui media cetak dengan studi literatur (kunjungan kepustaka), dan media elektronik baik browsing internet maupun menonton VCD edukatif.
4.      Anak Berpikir melalui Benda Konkrit
Anak harus diberikan pembelajaran dengan benda-benda yang nyata, agar anak tidak menerawang dan bingung. Anak akan lebih dapat mengingat benda-benda yang dapat dilihat, dipegang lebih membekas dan dapat diterima oleh otak dalam sensasi dan memori.
Menurut Lighart dalam Soejono (1988:75-76), langkah dalam pengajaran dengan barang sesungguhnya:
1.         Menentukan sesuatu yang menjadi pusat minat anak. Mis. Buah jeruk sebagai tema pembahasan
2.         Melakukan perjalanan sekolah. Mis. Melakukan field trip ke taman buah, untuk melihat tanaman jeruk
3.         Pembahasan hasil pengamatan. Mis. Buah jeruk dipetik untuk dijual atau dibuat minuman
4.         Menceritakan lingkungan yang diamati. Mis. Mengamati kegiatan petani jeruk.
5.        Kegiatan ekspresi. Mis. Kegiatan ekspresi digambarkan pada bagan jaring laba-laba.
5.      Anak Belajar dari Lingkungan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengoptimalkan potensi anak sehingga anak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Disini jelas bahwa tujuan dari pendidikan adalah kemampuan anak melakukan adaptasi dengan lingkungan dalam arti yang luas, guna mendekatkan anak dengan lingkungannya.
Out bound learning merupakan salah satu model pembelajaran dimana hamper 90 % kegiatan dilakukan dengan berinteraksi dengan alam tanpa ada kekangan. Dalam kegiatan ini anak diajarkan membangun ikatan emosional diantara individu (anak), dengan menciptakan kesenangan belajar, menjalin hubungan dan memengaruhi memori dan ingatan yang cukup lama akan bahan yang akan di pelajari.
D.   Asas Pembelajaran Anak Usia Dini
Asas Perbedaan Individu
Setiap anak itu unik, berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sehingga metode pembelajaran memperhatikan perbedaan individu, misalnya: perbedaan latar belakang keluarga, perbedaan kemampuan, perbedaan minat, gaya belajar, dan lain-lain agar anak dapat mencapai hasil belajar secara optimal.
Asas Kekonkretan
Melalui interaksi dengan benda-benda nyata dan pengalaman konkret, pembelajaran perlu menggunakan berbagai media dan sumber belajar, agar apa yang dipelajari anak menjadi lebih bermakna, misalnya, menggunakan gambar binatang, atau membawa binatang hidup ke dalam kelas, menggunakan audio visual, dll.
Asas Apersepsi
Kegiatan mental anak dalam mengolah hasil belajar dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh sebab itu dalam pembelajaran, pendidik hendaknya memperhatikan pengetahuan dan pengalaman awal agar anak dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Asas Motivasi
Belajar akan optimal jika anak memiliki motivasi untuk belajar. Oleh karena itu pembelajaran dirancang sedemikian rupa sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemauan anak. Misalnya mengapresiasi anak yang berprestasi dengan pujian dan hadiah, memajang setiap karya dari mereka di kelas, lomba antar kelompok yang membangkitkan semangat, melibatkan anak dalam berbagai perlombaan, dan melakukan pekan unjuk kemampuan anak.
Asas Kemandirian
Kemandirian adalah upaya yang dilakukan untuk melatih anak dalam memecahkan masalah dengan mandiri. Pembelajaran yang baik dirancang untuk mewujudkan kemandirian anak, misalnya bagaimana cara makan yang baik, mengikat tali sepatu, bagaimana memakai baju, menggosok gigi, buang air kecil dan buang air besar, merapikan mainan setelah dipakai, dan lain-lain.
Asas Keterpaduan
Keterkaitan antara aspek pengembangan diri anak antara satu dengan yang saling saling mendukung perkembangan anak. Sehingga pembalajaran anak usia dini harus dilaksanakan secara terpadu guna meningkatkan potensi diri mereka. Misalnya, perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan kognitif mereka, perkembangan kognitif berkaitan dengan perkembangan diri, dan lain-lain.
Asas Kerja Sama (Kooperatif)
Bekerja sama akan meningkatkan keterampilan sosial anak dengan optimal. Oleh karena itu praktek berkerja sama harus ditanamkan dalam PAUD untuk memupuk keterampilan sosial dengan baik, misalnya bertanggung jawab terhadap kelompok, menghargai pendapat teman, aktif dalam kelompok, membantu anak-anak yang lain, dan lain-lain.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pembelajaran tidak hanya berlangsung pada usia dini, tapi berlangsung sepanjang hidup. Sehingga PAUD harus dapat mengupayakan pembekalan pada anak, agar anak dapat belajar disepanjang rentang kehidupan mereka dan mendorong anak untuk selalu ingin belajar dimanapun dan kapanpun.
Sumber:
            - Sujiono,Yuliani. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT. Indeks.
- Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Pra sekolah. Jakarta : PT. Rinek Cipta

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIKIRAN TOKOH DAN PAKAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN NONFORMAL